WELCOME FRIENDS

Selamat datang di blog ini, blog ini di tujukan sebagai kumpulan berita, artikel, pesan dan mungkin hasil pemikiran penulis dengan mengangkat tema sentral Hukum Bisnis, akan tetapi para pembaca juga akan di bawa membaca banyak tulisan-tulisan yang muatan secara materinya tidak berhubungan secara langsung dengan Hukum Bisnis saja, seperti contohnya dimasukannya tulisan mengenai Hukum Pidana, Hukum Tata Negara dan sebagainya, walau begitu adalah Hukum Bisnis yang tetap menjadi sentral utama dari materi muatan blog ini.

Selamat membaca dan di tunggu masukan, pendapat dan mungkin kritikan dari kawan-kawan semua.

28 June 2010

PENANAMAN MODAL ASING DAN KETIDAKPASTIAN HUKUM
SEBAGAI SALAH SATU KENDALA DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan perekonomian suatu negara, khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat ditentukan dari tingkat pertumbuhan penanaman modal asing. Penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment sangat diharapkan untuk menggerakkan dan meningkatkan perputaran roda perekonomian di Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara berkembang dituntut untuk mengejar ketinggalan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, pembangunan ekonomi, serta menciptakan masyaratkat yang demokratis.
Sebagai negara berkembang, Indonesia berada pada posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang investor asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia juga mengharapkan manfaat lainnya, seperti alih teknologi (transfer of technology) dan penciptaan lapangan kerja. Kegiatan penanaman modal asing tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari berkembangnya kegiatan di bidang ekonomi dan perdagangan.
Perkembangan penanaman modal di Indonesia khususnya penanaman modal asing dapat dilihat sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Akan tetapi, Indonesia baru mempromosikan dan membuka diri terhadap arus penanaman modal asing secara signifikan mulai tahun 1967 Masalah penanaman modal asing bukan hal yang baru, tapi sudah ada sejak zaman penjajahan. Pada zaman penjajahan, karena kegiatan perdagangan cukup maju maka, masalah penanaman modal ini dirasa belum diperlukan. Hal ini dikarenakan pemerintah penjajah telah mengatur sturktur kegiatan perdagangan sehingga kegiatan penanaman modal dikuasai oleh mereka.
Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu bentuk transaksi bisnis, yang keberlangsungan dapat dikategorikan sebagai suatu transaksi bisnis internasional (international business transactions) atau hukum perdagangan internasional (international trade law) yang dilangsungkan oleh dan antar warga negara atau badan usaha (business organization) lintas batas negara (cross border), misalnya antara pelaku usaha Indonesia baik badan hukum Indonesia ataupun perorangan warga negara Indonesia dengan pelaku usaha asing baik badan hukum hukum asing ataupun perorangan warga negara asing.
Dalam praktik, investasi asing dapat dilakukan dalam bentuk investasi portofolio dan investasi langsung (foreign direct investment/FDI). Investasi portofolio adalah investasi yang dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga, sedangkan investasi langsung merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan.2)
Masalah penanaman modal di Indonesia saat ini menghadapi masalah yang sangat kompleks di antaranya permasalahan buruh, ketidakpastian hukum, keamanan dan pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah menyadari bahwa dalam usaha melaksanakan pembangunan ekonomi, kemampuan sumber-sumber dalam negeri belum memadai, oleh karena itu perlu dimanfaatkan sumber-sumber lain berupa bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.
Masalah yang paling serius dikeluhkan para investor adalah masalah penegakan hukum. Para investor sangat membutuhkan adanya kepastian hukum yang diwujudkan melalui kepatuhan terhadap kontrak atau kerjasama yang telah dibuat serta adanya kepastian tentang mekanisme penyelesaian jika terjadi sengketa. Peranan hukum dalam mendorong penanaman modal asing sangat diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum.



BAB II
FOREIGN DIRECT INVESTMENT SEBAGAI BENTUK PENANAMAN MODAL ASING


1. Pengertian, Maksud dan Tujuan Penanaman Modal Asing
Ada 2 (dua) sifat khas penanaman modal asing, menurut Robert Gilpin, yaitu:
a. Perusahaan multi/trans nasional (PMN/PTN) melakukan penanaman modal langsung di negara-negara asing (Foreign Direct Investment, “FDI”), melalui pendirian anak atau cabang perusahaan atau pengambilalihan sebuah perusahaan asing, dengan sasaran melakukan pengawasan manajemen terhadap suatu unit produksi di suatu negara asing, yang berbeda dengan penanaman modal fortofolio pembelian saham dalam suatu perusahaan.
b. Suatu PMN ditandai dengan adanya perusahaan induk dan sekelompok anak perusahaan atau cabang perusahaan di berbagai negara dengan satu penampung bersama sumber-sumber manajemen, keuangan dan teknik dengan integrasi vertikal dan sentralisai pengambilan keputusan.
Ditinjau dari negara yang terkait dalam PMN, maka ada 2 (dua) negara yang terkait yaitu negara asal investasi (home state) dengan negara tuan rumah (host state) atau negara yang merupakan pusat PMN (home country) dengan negara lain yang merupakan tempat perusahaan tersebut melakukan operasi atau kegiatanya (host country). Berkaitan dengan hubungan antara PMN dengan negara penerima modal (host contry, host state), setidaknya ada 2 (dua) golongan aliran pemikiran atau perspektif ideologi sebagai berikut:


1. Kelompok yang Setuju PMN
(1) Business school of how to approach (dengan tokoh: Robin dan Stobough).
(2) Aliran ekonomi tradisional (economic traditionalism): menekankan pada dukungan modal dan teknis dari peranan PMN (dengan tokoh: Vernon dan Kindleberger).
(3) Aliran ekonomi neo-tradisional (neo economic traditionalism): mendorong pemamfaatan modal PMN dalam dunia usaha internasional secara terbatas (dengan tokoh: Vernon dan Kindleberger).
2. Kelompok yang setuju PMN dengan syarat atau menolak:
(1) Aliran nasionalis (nationalism dan populism): dampak negatif PMN tak perlu timbul, asal pengendalian pengelolaan PMN dilakukan secara ketat oleh negara penerima modal (dengan tokoh: Streeten dan Lall).
(2) Aliran ketergantungan (dependency): dilema antara manfaat PMN dan sikap ketidaktergantungan pada PMN (dengan tokoh: Sunkle dan Hymer).
(3) Aliran Marksis (Marxists): mutlak menentang PMN (dengan tokoh: Magdaft, Sweenny, Frank dan Weiskopf).
Kemudian saat ini, setidaknya ada dua perspektif baru yang muncul, yaitu sebagai berikut:
(1) Perspektif lingkungan (environmental perspective) Pada masa kini, suatu dimensi yang lebih jauh telah muncul dalam perdebatan tentang PMN, yang mengkonsentrasikan diri pada dampak lingkungan. PMN dikritik karena kurang memperhatikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, serta strategi mereka yang merelokasi pabriknya ke negara tuan rumah yang lebih longgar pengawasan lingkungannya. Peranan PMN dalam mengendalikan polusi dan limbah menjadi isu utama. Hal tersebut menjadi pemicu bagi tumbuhnya kelompok-kelompok yang peduli lingkungan khususnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh PMN. Bagaimanapun, hal ini berpotensi bagi pengembangan suatu kerangka kerja yang baru bagi pengawasan aktivitas bisnis. Dan ini mungkin menjadi ideologi penting yang mempengaruhi kebijakan dimasa datang (dengan tokoh: Leslie Sklair).
(2) Konsumerisme global (global consumerism): berusaha mengidentifikasi dampak sosial dan budaya yang muncul atas ekspansi global PMN, yang menjadi suatu kebudayaan baru yang didasarkan pada barang dan jasa yang ditawarkan oleh PMN, yang cenderung membentuk gaya hidup baru yang berbeda dengan nilai tradisional di negara lokal, melalui peranan media transnasional dan perusahaan periklanan sebagai pencipta image yang mendorong pembentukan selera pasar (dengan tokoh: Leslie Sklair).
Pengertian penanaman modal asing menurut Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1967 “Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanam modal tersebut.”Dalam rangka menarik penanaman modal asing ke Indonesia pada umumnya menyangkut tiga hal yaitu adanya peluang di bidang ekonomi, kepastian hukum, dan stabilitas politik.
Adapun syarat-syarat untuk menarik modal asing adalah:
a. Syarat keuntungan ekonomi (economic opportunity)
Adanya kesempatan ekonomi bagi investor, seperti dekat dengan sumber daya alam, tersedianya bahan baku, tersedianya lokasi untuk mendirikan pabrik, tersedianya tenaga kerja dan pasar yang prospektif.
b. Syarat kepastian hukum (legal certainity)
Pemerintah harus mampu menegakkan hukum dan memberikan jaminan keamanan. Penerapan peraturan dan kebijakan, terutama konsistensi penegakan hukum dan keamanan serta memperbaiki sistem peradilan dan hukum merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam rangka menarik investor.
c. Syarat stabilitas politik (political stability)
Penanaman modal asing pada suatu negara sangat dipengaruhi oleh faktor stabilitas politik (political stability). Konflik yang terjadi di antara elit politik atau dalam masyaratkat akan berpengaruh terhadap iklim penanaman modal. Selain itu, belum mantapnya kondisi sosial politik mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap arus penanaman modal.
Penanaman modal memberikan keuntungan kepada semua pihak, tidak hanya bagi investor saja, tetapi juga bagi perekonomian negara tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para investor. Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Bukan haya itu seringkali suatu negara tidak dapat menentukan politik ekonominya secara bebas, karena adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing.
Hal ini mengingat karena terbatasnya modal, skill dan teknologi yang dimiliki negara kita, serta banyaknya negara yang memerlukan kehadiran investor asing untuk menanamkan modal di negaranya. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan penerimaan pajak, hasil ekspor migas dan non migas, tabungan dalam negeri dan bantuan luar negeri. Apabila hanya mengandalkan sumber-sumber tersebut maka angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan meningkat, untuk itulah diperlukan adanya penanaman modal asing. Indonesia memerlukan modal asing karena:
a. Untuk menyediakan lapangan kerja;
b. Melaksanakan substitusi import untuk meningkatkan devisa;
c. Mendorong ekspor untuk mendapatkan devisa;
d. Membangun daerah-daerah tertinggal dan sarana prasarana;
e. Untuk industrialisasi atau alih teknologi.
Penanaman modal asing diharapkan sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, telekomunikasi, perhubungan udara, air minum, listrik, air bersih, jalan, rel kereta api. Penanaman modal asing diperlukan untuk mengembangkan teknologi dan peningkatan ilmu pengetahuan, oleh karena itu diperlukan dana yang cukup besar.
Investor asing datang ke Indonesia karena memperoleh berbagai keuntungan, yaitu:
a. Upah buruh murah;
Indonesia mempunyai jumlah buruh yang melimpah dengan upah yang relatif murah.
b. Dekat dengan sumber bahan mentah;
Indonesia memiliki bahan mentah yang belum di eksploitasi.
c. Menemukan pasar baru;
Indonesia merupakan pasar yang sangat efektif untuk memasarkan hasil produksi dari negara-negara maju dan ini akan membawa keuntungan tersendiri bagi negara asal investor asing.
d. Royalti dari alih teknologi;
Negara asal investor akan mendapatkan keuntungan dari proses alih teknologi melalui penjualan hak merek, paten, rahasia dagang, desain industri. Dari alih teknologi inilah investor akan memperoleh kompensasi.
e. Menjual bahan baku untuk dijadikan barang jadi;
Negara berkembang belum memiliki bahan baku yang memadai.
f. Insentif lain;
Misalnya tax holiday untuk menarik investor agar menanamkan modalnya di Indonesia.
g. Status khusus negara-negara tertentu dalam perdagangan internasional.
Perekonomian Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan perbaikan yang menggembirakan, meskipun demikian Indonesia tetap menjadi pilihan investor karena adanya pasar yang prospektif .
Adapun faktor-faktor yang menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia adalah:
a. Adanya peraturan dan kebijaksanaan yang mendukung investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
b. Tenaga kerja yang besar dengan upah yang relatif rendah.
c. Pasar produksi yang luas karena jumlah penduduk Indonesia yang besar.
d. Sumber-sumber kekayaan alam yang tersedia.
e. Stabilitas politik Indonesia yang mantap.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, ada beberapa faktor yang secara umum mendorong investor asing menanamkan modalnya di Indonesia yaitu:
a. Alasan politik, dimana pelaksanaan penanaman modal asing bukan hanya dilatarbelakangi oleh pertimbangan ekonomi “murni” belaka.
b. Banyaknya investor yang ingin mengadu nasib dengan menanamkan modalnya di negara berkembang.
c. Negara-negara industri sedang menghadapi bahaya kelebihan produksi yang menyebabkan kesempatan untuk menanamkan modalnya di dalam negeri menjadi lebih kecil.
Dewasa ini hampir di semua negara, khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing. Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Yang menjadi permasalahan bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, sepert stabilitas ekonomi, politik negara, penegakan hukum.
Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah dilakukan. Hal ini didukung oleh arah kebijakan ekonomi dalam TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999 salah satu kebijakan ekonomi tersebut adalah: “mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar, melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang.”
Kebijakan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi impor, sehingga Indonesia dapat meningkatkan penghasilan devisa dan mampu menghemat devisa, oleh karena itu usaha-usaha di bidang tersebut diberi prioritas dan fasilitas. Alasan kebijakan yang lain yaitu agar terjadi alih teknologi yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia.
Upaya pemerintah untuk mencari modal asing agar mau kembali menanamkan modalnya di Indoensia sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Ditambah lagi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1998, penanaman modal di Indonesia semakin menurun. Jangan menarik investor, menjaga investor yang sudah ada saja belum maksimal, misalnya dengan tutupnya perusahaan asing seperti PT. Sony Electornics Indonesia pada 27 Nopember 2002. Terlebih lagi pada tahun 2003 yang lalu. Hal ini dikarenakan adanya invasi Amerika ke Irak serta mewabahnya penyakit sindrom pernafasan akut. Hal ini menimbulkan ketidak pastian perekonomian dunia dan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia terutama terhadap penanam modal, padahal pemerintah telah mencanangkan tahun 2003 ini sebagai tahun investasi.
Untuk bisa memenuhi harapan tersebut, pemerintah, aparat hukum dan komponen masyarakat dituntut untuk segara menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi. Menyadari pentingnya penanaman modal asing, pemerintah Indonesia menciptakan suatu iklim penanaman modal yang dapat menarik modal asing masuk ke Indonesia. Usaha-usaha tersebut antara lain adalah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman modal asing dan kebijaksanaan pemerintah yang pada dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan investor.
Usaha pemerintah untuk selalu memperbaiki ketentuan yang berkaitan dengan penanaman modal asing antara lain dilakukan dengan memperbaiki peraturan dan pemberian paket yang menarik bagi investor asing. Pada akhirnya harus tetap diingat bahwa maksud diadakannya penanaman modal asing hanyalah sebagai pelengkap atau penunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan ketentuan swadaya masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus bijaksana dan hati-hati dalam memberikan persetujuan dalam penanaman modal asing agar tidak menibulkan ketergantungan pada pihak asing yang akan menimbulkan dampak buruk bagi negara ini di kemudian hari.

Foreign Direct Investment Sebagai Bentuk Penanaman Modal Asing
FDI atau Foreign Direct Investment sebagai bentuk aliran modal mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan negara berkembang, karena tidak hanya memindahkan modal barang, tetapi juga mentransfer pengetahuan dan modal sumber daya manusia.3) Secara lebih rinci, kontribusi FDI adalah sebagai salah satu sumber devisa negara, menyediakan kesempatan kerja, memberi andil dalam alih teknologi dan alih keterampilan lainnya, meningkatkan ekspor nasional, dan meningkatkan daya saing negara di pasar global.

Mengingat pentingnya FDI dalam rangka membiayai pembangunan nasional, pemerintah Indonesia dalam berbagai kebijakannya selalu berusaha mendorong agar fungsi yang diemban investor asing semakin efektif. Hal ini dilakukan melalui, antara lain penyusunan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kegiatan FDI. Langkah ini tampak jelas sejak diterbitkannya UUPMA dan berlanjut terus hingga saat ini.
UUPMA merupakan dasar kebijakan pemerintah di bidang FDI. Sejak diterbitkannya UUPMA sampai dengan awal tahun 1997, kegiatan FDI di Indonesia meningkat pesat. Namun, sejak tahun 1997 sampai saat ini, kegiatan FDI mengalami penurunan yang signifikan. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa nilai persetujuan investasi asing (dan juga investasi domestik) sejak tahun 1997 sampai sekarang, terus mengalami penurunan.
Penurunan FDI tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor utama yang menyebabkan penurunan FDI di Indonesia adalah situasi keamanan dalam negeri yang tidak kondusif dan tidak adanya kepastian hukum. Padahal kedua faktor tersebut merupakan jaminan utama bagi investor dalam melakukan kegiatan investasi.



BAB III
KETIDAKPASTIAN HUKUM DALAM PENANAMAN
MODAL ASING DI INDONESIA

Sebagian besar investor asing berpendapat bahwa di Indonesia tidak ada kepastian hukum. Hal ini ditegaskan oleh, antara lain General Marketing Samsung Electronics Indonesia, Lee Kang Hyun. Lee mengatakan, kontrol pemerintah di bidang hukum sangat lemah, sehingga tidak ada kepastian hukum.4) Keluhan investor asing tersebut diakui oleh (mantan) Kepala BKPM, Theo F. Toemion. Toemion mengatakan bahwa persoalan pokok dalam negeri, sebagaimana disampaikan oleh para investor, pengamat, dan para pakar ekonomi adalah, keamanan yang rendah, ketidakpastian hukum, politik yang tidak stabil, dan euforia otonomi daerah.5) Di lain pihak, Kepala BKPM, Muhammad Lutfi, menyebutkan lima hambatan serius dalam berinvestasi di Indonesia, yaitu lamanya proses perizinan, tidak adanya rules of law, masalah pemutusan hubungan kerja, masalah infrastruktur, dan masalah insentif.6)
Kepastian hukum merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung peningkatan kegiatan FDI di Indonesia. Hal ini didukung oleh para investor asing, sebagaimana terlihat pada pandangan investor Jepang, yang mengatakan: “From the investors’ perspective, the project security, conducive local environment, consistent and law enforcement (including obedience of contract committed), normal (even simple?) or international standards of investment licensing, and sufficient infrastructures, are the ultimate expectations beyond the high profit-oriented, huge potential of domestic market, cheap labor cost or even natural resources. These parameters are needed if the Indonesian government is to revitalize the investment climate in Indonesia”.7) Dalam konteks perdagangan bebas, kepastian hukum dalam kegiatan FDI merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kebijakan investasi suatu negara dapat mempengaruhi perdagangan, terutama pada era globalisasi perdagangan dan investasi. Kegiatan investasi akan mendorong peningkatan aktivitas perdagangan, dan sebaliknya perdagangan akan mendorong investasi lebih lanjut.8)
Apabila dicermati lebih seksama, ketidakpastian hukum yang dikeluhkan investor asing tersebut, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Berlakunya otonomi daerah. Dengan diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah digantikan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka daerah dapat melaksanakan otonomi sendiri. Sesuai dengan ketentuan undang-undang tersebut bahwa penanaman modal merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah. Hal ini menyebabkan banyak daerah kabupaten atau kota yang menerbitkan peraturan daerah untuk mengatur investasi, sehingga terjadi tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta antara pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah lainnya. Pada gilirannya, keadaan tersebut justeru membingungkan investor asing karena tidak ada kepastian hukum.
2. Tidak konsistennya penegakan hukum. Dalam beberapa hal, ketidakpastian hukum yang dikeluhkan investor asing disebabkan oleh tidak konsistennya penegakan hukum di Indonesia. Hal ini tampak jelas dalam kasus PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (PT. AJMI). Duta Besar Perancis untuk Indonesia, Herve Ladseus mengatakan, kasus PT. AJMI merupakan suatu preseden buruk terhadap iklim investasi di Indonesia, sehingga investor asing akan semakin enggan menginvestasikan modalnya di Indonesia.9) Hal senada diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Benny Soetrisno. Soetrisno mengatakan, dengan kasus Manulife, pihak luar negeri dapat berpandangan bahwa tidak ada kepastian hukum di Indonesia. Peraturan dibuat, tetapi belum tentu dapat dipatuhi semua pihak.10)
3. Lambannya pemerintah melakukan reformasi hukum investasi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pemerintah belum melakukan harmonisasi hukum yang komprehensif terhadap peraturan perundang-undangan investasi dengan perjanjian-perjanjian internasional di bidang investasi. Sebagai contoh: sampai saat ini, Indonesia masih membedakan investasi domestik dan investasi asing, padahal Indonesia merupakan negara anggota WTO yang harus melaksanakan Agreement on Trade-Related Investment Measures (Perjanjian TRIMs). Keadaan ini menimbulkan rasa skeptis di kalangan investor asing mengenai komitmen pemerintah Indonesia untuk melaksanakan aturan-aturan hukum internasional yang telah disepakati.
Faktor lain yang menyebabkan tidak adanya kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan investasi di Indonesia adalah, terbitnya peraturan perundang-undangan yang tidak mendukung kegiatan dunia usaha. Sebagai contoh adalah, Keputusan Menaker Nomor 150 Tahun 2000. Daya saing Indonesia untuk menarik investor asing semakin berkurang dengan terbitnya Kepmenaker Nomor 150 Tahun 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian di Perusahaan.
Hal yang menjadi masalah dalam Kepmenaker tersebut adalah, menyangkut kewajiban perusahaan untuk memberikan pesangon dan penghargaan bagi pekerja yang mengundurkan diri. Jika diimplementasikan, ketentuan tersebut sangat merugikan dunia usaha karena perusahaan harus membayar uang penghargaan jasa kepada pekerja yang mengundurkan diri. Masalah perburuhan ini dianggap sebagai salah satu penyebab ketidakpastian iklim investasi. Investor tidak akan masuk ke Indonesia apabila ketentuan perburuhan tidak jelas dan sangat membebani dunia usaha. Apabila Kepmenaker tersebut tidak direvisi, maka tidak akan ada investor yang berminat untuk menanamkan modal di Indonesia.



BAB IV
PENANAMAN MODAL ASING DAN KETIDAKPASTIAN HUKUM SEBAGAI SALAH SATU KENDALA DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA

Selanjutnya, akan dikemukakan beberapa fakta yang menggambarkan tidak konsistennya penyelenggaraan hukum di Indonesia. Pasca berlakunya otonomi daerah, keadaan hukum investasi di Indonesia dapat dikatakan sangat “memprihatinkan”. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa berdasarkan UU Pemerintahan Daerah, penanaman modal merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten atau kota. Dalam praktik investasi pasca-otonomi daerah, banyak terjadi konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kabupaten atau kota serta konflik kewenangan antar-pemerintah daerah yang merugikan investor asing.
Di satu pihak, penyerahan kewenangan untuk menangani investasi kepada daerah merupakan langkah positif dalam rangka mewujudkan otonomi daerah. Namun di lain pihak, hal tersebut justeru menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor asing. Investor asing mengeluhkan munculnya gejala tindakan sewenang-wenang pemerintah daerah, antara lain dalam hal pengaturan izin lokasi investasi.11) Di samping masalah tersebut, investor juga mengeluhkan banyaknya pungutan pajak yang harus dibayar dan tumpang tindihnya regulasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Bahkan sejumlah investor menilai, pemerintah daerah bertindak sewenang-wenang hanya karena merasa lebih berhak menentukan siapa yang boleh mendapat izin lokasi.12)

Banyak faktor yang menimbulkan masalah ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan investasi pasca-otonomi daerah. Salah satunya adalah karena tidak adanya kepastian hukum mengenai pengaturan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta kewenangan antar-pemerintah daerah dalam hal penanganan investasi asing. Sampai saat ini, dalam beberapa hal, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terjadi tarik-menarik kewenangan dalam penanganan investasi asing. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, pemerintah pusat belum menerbitkan peraturan yang jelas dan komprehensif mengenai kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal penanganan investasi asing.
Belum adanya pengaturan yang jelas dan komprehensif dalam hal penanganan investasi asing, menyebabkan investor “bingung,” karena tidak adanya kepastian hukum sebagai akibat terjadinya konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta konflik kewenangan antar-pemerintah daerah dalam penanganan investasi asing.
Selain menyebabkan tidak jelasnya penanganan kegiatan investasi asing, otonomi daerah juga telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam hal pungutan pajak dan sejenisnya terhadap investor asing. Di satu pihak, investor asing harus membayar pajak kepada pemerintah pusat, dan di lain pihak harus membayar beberapa jenis pungutan baru kepada pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah yang pada dasarnya bertentangan dengan undang-undang mengenai perpajakan. Hal ini dikeluhkan investor asing karena akan mengurangi keuntungan yang telah diprediksikan sebelumnya. Lebih dari itu, pungutan-pungutan baru yang dilakukan pemerintah daerah, tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Masalah ketidakpastian hukum yang dikeluhkan investor pasca-otonomi daerah, dipertegas oleh hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Hasil penelitian KPPOD menunjukkan, 42% dari total jawaban responden (kalangan dunia usaha) menyatakan, kepastian hukum masih rendah. KPPOD melihat masalah ketidakpastian hukum tersebut dari dua aspek, yaitu terjadi ketidaktetapan peraturan, sehingga “membingungkan" dunia usaha dan terjadinya ketidakkonsistenan dalam penegakan peraturan.13)
Fakta mengenai tidak adanya kepastian hukum yang dikeluhkan investor asing semakin nyata dalam konteks penegakan hukum di Indonesia. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy Ltd., menunjukkan bahwa Indonesia paling buruk dalam skor sistem hukum di Asia. Indonesia berada pada posisi teratas dengan skor hampir mencapai angka 10. Tidak adanya kepastian hukum, menyebabkan investor asing merasa tidak nyaman untuk menginvestasikan dananya di Indonesia.14)
Hal tersebut tampak dalam beberapa kasus yang terjadi pada beberapa tahun terakhir. Proses pemailitan PT. AJMI merupakan salah satu contoh kasus tidak konsistennya penegakan hukum di Indonesia. Menurut (mantan) Menko Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro Jakti, kasus PT. AJMI harus menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia. Pelajaran dimaksud adalah, sebuah kasus yudikatif juga dapat menimbulkan akibat-akibat yang luas pada bidang-bidang lain, termasuk di bidang investasi.15)
Berkaitan dengan kasus PT. AJMI tersebut, Dennis Heffernan dari perusahaan konsultan Van Zorge, Heffernan & Associates mengatakan, kalangan investor menjadi gamang terhadap keputusan-keputusan pengadilan yang sangat tidak jelas dan kehilangan kepercayaan terhadap kesungguhan pemerintah untuk melakukan reformasi hukum dan peradilan sebagaimana disampaikan kepada kalangan investor.16) Masalah penegakan hukum tersebut paling sering dikeluhkan investor asing. Tidak adanya kepastian hukum menyebabkan investor merasa kecewa dan khawatir. Kasus pemailitan PT. AJMI dan kasus-kasus sejenisnya dikhawatirkan dapat menghilangkan momentum pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah.
Kasus lainnya adalah kasus PT. Doson Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) pada saat itu, yang memerintahkan manajemen PT. Doson Indonesia untuk membayar dua kali pesangon merupakan hasil veto yang dilakukannya terhadap keputusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P). Inti keputusan P4P terhadap PT. Doson Indonesia adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan, telah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Alasan P4P menyetujui keputusan tersebut adalah karena perusahaan mengalami kerugian terus-menerus. P4P memberikan izin kepada perusahaan yang bersangkutan untuk melakukan PHK, dan PT. Doson Indonesia diwajibkan membayar hak-hak pekerja sesuai dengan Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Keputusan Menaker Nomor Kep 150/MEN/2000.
Namun, keputusan tersebut diveto oleh Menakertrans, karena dinilai tidak adil. Amar keputusan P4P diminta diubah, dan perusahaan harus memberikan pesangon sebesar dua kali jumlah yang ditentukan dalam Pasal 22 Kepmenaker Nomor 150 Tahun 2000. Tindakan veto tersebut merupakan preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia, karena keputusan P4P menjadi tidak memiliki legitimasi hukum, sebagai akibat tindakan veto yang dilakukan tanpa melihat urgensi masalahnya. Tindakan Menakertrans tersebut juga menunjukkan tidak adanya kepastian dalam penegakan hukum di Indonesia. Akibatnya, kasus yang mendapat perhatian investor asing ini dikhawatirkan berdampak negatif terhadap arus investasi ke Indonesia pada tahun-tahun berikutnya.17)

Selain itu, kasus lain yang menggambarkan ketidakpastian hukum di Indonesia yang diciptakan oleh pemerintah sendiri adalah, menyangkut pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) di Batam. Ketidakpastian pengenaan pajak tersebut menimbulkan keresahan dan ketidakpastian bagi para investor di kawasan tersebut, karena pemerintah telah memutuskan untuk memberlakukan dua jenis pajak tersebut sejak April 2000, tetapi pelaksanaannya di lapangan tertunda-tunda hingga saat ini.18)
Di samping tiga kasus yang dikemukakan di atas, masih banyak kasus lain yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam kegiatan investasi asing di Indonesia. Kasus yang secara langsung maupun tidak langsung membuat iklim investasi di Indonesia semakin tidak kondusif adalah kasus PT. Semen Gresik, kasus pelepasan saham PT. Kaltim Prima Coal, dan kasus divestasi saham PT. Indosat.
Masalah ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan investasi tersebut, tentu saja akan menimbulkan implikasi terhadap kegiatan investasi di Indonesia pada umumnya. Sebagai implikasi dari adanya ketidakpastian hukum dalam kegiatan investasi tersebut adalah, minimnya investor asing yang akan melakukan investasi ke Indonesia. Akibat lanjutnya adalah, menurunnya kegiatan investasi asing di Indonesia. Fakta ini dapat dilihat pada data terakhir BKPM mengenai persetujuan dan realisasi investasi asing. Pada tahun 2005, realisasi investasi tidak menyebar ke seluruh penjuru daerah, “bolak balik” hanya di lima daerah : Riau, Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.19)
Data BKPM tahun 2002 menunjukkan, jumlah proyek investasi asing yang telah disetujui pada periode 1 Januari sampai dengan 31 Oktober 2002 menurun sebesar 13,1% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2001, sedangkan nilai investasinya meningkat sedikit, yaitu dari US$ 6,497 menjadi US$ 6.498,6. Sementara jumlah proyek investasi domestik yang telah disetujui pada periode 1 Januari sampai dengan 31 Oktober 2002 mengalami penurunan sebesar 28,6% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2001, sedangkan nilai investasinya turun sebesar 59,8%, yaitu dari Rp52,033 triliun menjadi Rp20,905 triliun.20)
Dari data tersebut, terlihat bahwa persetujuan investasi asing dan investasi domestik mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya. Meskipun pada kuartal ketiga tahun 2002, kegiatan investasi mengalami pertumbuhan positif, namun secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan negatif, sehingga mengalami kontraksi minus 1,6%. Angka ini jauh lebih rendah dari tahun 2001 yang mengalami pertumbuhan positif 7,5%.
Fakta tersebut merupakan indikator bahwa Indonesia bukan lagi dianggap sebagai salah satu negara tujuan investasi asing. Investor lebih memilih negara lain di Asia yang iklim investasinya lebih kondusif. Hal ini didasarkan pada laporan UNCTAD (United Nations Commission on Trade and Development) tahun 2001 yang menunjukkan bahwa arus investasi asing langsung (FDI) di Asia meningkat terus setiap tahun, kecuali di Indonesia yang sejak tahun 1998 hingga tahun 2000 mengalami arus modal negatif, yaitu arus keluar lebih besar daripada arus masuk. Sejak tahun 1998, Indonesia mengalami net capital flow yang negatif, dan pada tahun 2000 tercatat sebesar 4.550 juta dollar AS.21)
Hal yang menarik dari laporan tersebut adalah, penurunan investasi asing yang terjadi di Indonesia sejak krisis ekonomi dan moneter yang mencapai puncaknya pada tahun 1998, tidak terjadi di negara-negara Asia lainnya yang juga mengalami krisis ekonomi seperti Indonesia, misalnya Korea Selatan dan Thailand. Perbedaan ini menjadi alasan kuat untuk percaya bahwa ada faktor-faktor lain yang menjadi masalah bagi investor asing di Indonesia, yang tidak terjadi di negara-negara Asia lainnya. Salah satu faktor yang menjadi masalah bagi investor asing di Indonesia adalah tidak adanya kepastian hukum, sementara di negara-negara Asia lainnya, kepastian hukum tidak menjadi masalah bagi investor asing. Perlu ditegaskan kembali bahwa kepastian hukum merupakan indikator yang sangat menentukan bagi suatu negara untuk menarik investasi asing.
Selain menurunnya investasi asing, implikasi lain dari tidak adanya kepastian hukum di Indonesia adalah relokasi industri yang dilakukan beberapa perusahaan asing ke negara-negara lain. Sejak tahun 2001, ada beberapa perusahaan asing yang telah dan akan melakukan relokasi industrinya ke negara-negara lain sebagai akibat tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Beberapa perusahaan asing yang telah dan akan merelokasikan industrinya ke negara lain adalah: perusahaan industri elektronik Aiwa dari Korea Selatan yang pindah ke Vietnam, order sepatu Nike dan Reebok dipindahkan ke China dan Vietnam, dan PT. Sony Electronics Indonesia yang merencanakan pindah ke Malaysia atau China. Selain itu, produsen garmen dan sepatu dari Amerika Serikat G-III Apparel Group Ltd., yang memproduksi pakaian dan sepatu merek Cole Haan dan Jones New York bermaksud pindah dari Indonesia.
Relokasi industri yang dilakukan oleh beberapa perusahaan asing tersebut, kemungkinan akan diikuti oleh perusahaan-perusahaan asing lainnya, bahkan perusahaan investasi domestik. Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan dampak negatif yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia, padahal Indonesia masih memerlukan kehadiran investor asing untuk menggerakkan sektor riil.


BAB V
SIMPULAN

Untuk mengatasi berbagai persoalan investasi tersebut, pemerintah perlu melakukan tindakan nyata. Dalam jangka pendek, pemerintah harus segera memperbaiki iklim investasi. Untuk memperbaiki iklim investasi tersebut, pemerintah perlu melakukan beberapa tindakan nyata, antara lain segera menerbitkan undang-undang investasi yang baru, menetapkan batas waktu pemberian perizinan investasi, dan menerbitkan peraturan pelaksanaan UU Pemerintahan Daerah yang dapat menjamin kepastian hukum. Selain itu, hal yang lebih penting adalah, membenahi tatanan hukum, khususnya dalam hal penegakan hukum.

No comments: