WELCOME FRIENDS

Selamat datang di blog ini, blog ini di tujukan sebagai kumpulan berita, artikel, pesan dan mungkin hasil pemikiran penulis dengan mengangkat tema sentral Hukum Bisnis, akan tetapi para pembaca juga akan di bawa membaca banyak tulisan-tulisan yang muatan secara materinya tidak berhubungan secara langsung dengan Hukum Bisnis saja, seperti contohnya dimasukannya tulisan mengenai Hukum Pidana, Hukum Tata Negara dan sebagainya, walau begitu adalah Hukum Bisnis yang tetap menjadi sentral utama dari materi muatan blog ini.

Selamat membaca dan di tunggu masukan, pendapat dan mungkin kritikan dari kawan-kawan semua.

28 June 2010

LANGKAH-LANGKAH HUKUM STRATEGIS DALAM UPAYA MEMBANGUN SISTEM HKI
DI INDONESIA SERTA KAITANNYA DENGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kerangka perjanjian multilateral tersebut, pada bulan April 1994 di Marrakesh, Maroko, telah berhasil disepakati satu paket hasil perundingan perdagangan yang paling lengkap yang pernah dihasilkan oleh GATT. Perundingan yang telah dimulai sejak tahun 1986 di Punta del Este, Uruguay, yang terkenal adalah Aspek-Aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights/ TRIPS).
Persetujuan TRIPS ini memuat norma-norma dan standar perlindungan karya intelelektual manusia dan menempatkan perjanjian internasional di bidang hak atas kekayaan intelektual sebagai dasar. Selain itu, persetujuan tersebut mengatur pula aturan pelaksanaan penegakan hukum di bidang hak atas kekayaan intelektual secara ketat.
Upaya harmonisasi hukum nasional dalam bidang HKI telah dilakukan oleh Indonesia beberapa kali. Namun demikian, dengan diharmonisasinya hukum nasional dalam bidang hak kekayaan intelektual bukan berarti secara otomatis dalam bidang hak kekayaan intelektual tidak ada permasalahan. Sebaliknya, dalam perkembangannya masalah hak kekayaan intelektual hingga kini terus berkembang. Tentunya, perkembangan ini di satu sisi menjadi tantangan, di sisi yang lain menawarkan prospek tersendiri bagi para peminat hak kekayaan intelektual yang mana tidak terkecuali bagi para peminat hukum di bidang hak kekayaan intelektual.



BAB II
KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN SISTEM HKI INDONESIA

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan komersil.
Kehadiran ketentuan dalam bidang hak kekayaan intelektual apabila ilihat dari aspek histories pada dasarnya telah mengalami perjalanan yang sangat panjang. Perlindungan internasional hak kekayaan intelektual, untuk pertama kali diberikan oleh The Paris Union – 1883 (The Paris Convention fo the Protection of Industrial Property). Perhatian Negara-negara untuk mengadakan kerjasama mengenai masalah hak kekayaan intelektual secara formal telah ada sejak akhir abad ke-19. Perjanjian-perjanjian ini secara kuantitatif sebagian besar mengatur mengenai perlindungan hak milik perindustrian (industrial property rights) dan yang lainnya mengatur mengenai hak cipta.
Dalam perkembangannya lahirlah beberapa konvensi internasional. Pada tahun 1883 disepakati konvensi internasional yang berbicara tentang perlindungan terhadap hak milik perindustrian yang bernama The Paris Convention fo the Protection of Industrial Property. Dari konvensi ini akhirnya pengaturan masalah hak kekayaan intelektual terus mengalami perkembangan. Beberapa konvensi internasional di sini yang dapat dikemukakan di antaranya:
Menurut WIPO (World Intellectual Property Organization) – badan dunia di bawah naungan PBB untuk isu HKI, hak kekayaan intelektual terbagi atas 2 kategori, yaitu:
1. Hak Kekayaan Industri
Kategori ini mencakup penemuan (paten), merek, desain industri, dan indikasi geografis. Dari sumber situs WTO, masih ada hak kekayaan intelektual lainnya yang termasuk dalam kategori ini yaitu rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu.
2. Hak Cipta
Kategori ini mencakup karya-karya literatur dan artistik seperti novel, puisi, karya panggung, film, musik, gambar, lukisan, fotografi dan patung, serta desain arsitektur. Hak yang berhubungan dengan hak cipta termasuk artis-artis yang beraksi dalam sebuah pertunjukan, produser fonogram dalam rekamannya, dan penyiar-penyiar di program radio dan televisi.
Hak atas Kekayaan Intelektual mencakup karya-karya yang dihasilkan oleh manusia yang terdiri dari karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga dapat dibagi menjadi:
a. Paten
Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa produk atau proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat sesuatu atau menawarkan solusi atas suatu masalah dengan teknik baru.
Paten memberikan perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan tersebut diberikan untuk periode yang terbatas, biasanya 20 tahun. Perlindungan yang dimaksud di sini adalah penemuan ter-sebut tidak dapat secara komersil dibuat, digunakan, disebarkan atau dijual tanpa izin dari si pencipta.

b. Merek
Merek adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi suatu barang atau jasa sebagaimana barang atau jasa tersebut diproduksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu konsumen untuk meng-identifikasi dan membeli sebuah pro-duk atau jasa berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi dari mereknya yang unik.

c. Desain Industri
Desain industri adalah aspek ornamental atau estetis pada sebuah benda. Desain tersebut dapat mengandung aspek tiga dimensi, seperti bentuk atau permukaan benda, atau aspek dua dimensi, seperti pola, garis atau warna.
Desain industri diterapkan pada berbagai jenis produk industri dan kerajinan; dari instrumen teknis dan medis, jam tangan, perhiasan, dan benda-benda mewah lainnya; dari peralatan rumah tangga dan peralatan elektronik ke kendaraan dan struktur arsitektural; dari desain tekstil hinga barang-barang hiburan.
Agar terlindungi oleh hukum nasional, desain industri harus terlihat kasat mata. Hal ini berarti desain industri pada prinsipnya merupakan suatu aspek estetis yang alami, dan tidak melindungi fitur teknis atas benda yang diaplikasikan.

d. Indikasi Geografis
Indikasi geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada ba-rang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi Geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang spesifik, seperti iklim dan tanah. Berfungsinya suatu tanda sebagai indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan persepsi konsumen.

e. Rahasia Dagang
Rahasia dagang dan jenis-jenis informasi rahasia lainnya yang memiliki nilai komersil harus dilindungi dari pelanggaran atau kegiatan lainnya yang membuka rahasia praktek komersial. Namun langkah-langkah yang rasional harus ditempuh sebelumnya untuk melindungi informasi yang bersifat rahasia tersebut. Pengujian terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah sebagai langkah memperoleh persetujuan untuk memasarkan produk farmasi atau perta-nian yang memiliki komposisi baru juga harus dilindungi dari kecurangan perdagangan.

f. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semi-konduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elekronik.
Desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen ter-sebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.

g. Hak Cipta
Hak Cipta merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak yang diberikan pada pencipta atas karya literatur dan artistik mereka. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas.
Karya-karya yang dicakup oleh Hak Cipta termasuk: karya-karya li-teratur seperti novel, puisi, karya pertunjukan, karta-karya referensi, koran dan program komputer, data-base, film, komposisi musik, dan koreografi, sedangkan karya artistik seperti lukisan, gambar, fotografi dan ukiran, arsitektur, iklan, peta dan gambar teknis.



BAB III
PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Sebagaimana disebutkan dalam pembukaan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (the Agreement Establishing the World Trade Organization), bahwa Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and Trade /GATT) merupakan perjanjian multilateral yang pada dasarnya bertujuan meningkatkan standar hidup dan pendapatan, menjaga full employement, memperluas produksi dan perdagangan, dan menggunakan world resources yang optimal.
Indonesia adalah salah satu Negara yang ikut meratifikasi Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization melalui UU No. 7 Tahun 1994. Persetujuan WTO (WTO Agreement), termasuk di dalamnya Persetujuan mengenai Pembentukan WTO, mencakup; a) persetujuan multilateral di bidang perdagangan barang (populer dengan sebutan GATT 1994, yang terdiri dari berbagai teks persetujuan; b) persetujuan umum di bidang perdagangan jasa (General Agreement on Trade in Sevices = GATS); c) persetujuan mengenai perdagangan dalam kaitannya dengan aspek hak atas kekayaan intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual PropertyRights = TRIPs); d) kesepakatan mengenai tata tertib aturan dan prosedur penyelesaian sengketa (Understanding on Rules and Prosedures Governing the Settlement of Disputes = DSB); e) kesepakatan mengenai mekanisme peninjauan kembali kebijaksanaan perdagangan (Trade Policy Review Mechanism = TPRM); dan f) persetujuan perdagangan plurilateral (Plurilateral Trade Agreement =PTAs). GATT 1994, GATS, TRIPs, DSU dan TPRM disebut persetujuan perdagangan multilateral (Multilateral Trade Agreement = MTAs).
Sampai saat ini Indonesia belum menandatangani PTAs (mencakup persetujuan-persetujuan mengenai Civil Aircraft, Government Procurement, Dairy Product, dan Bovine Meat). Dengan demikian, Indonesia tidak mempunyai kewajiban apapun terhadap PTAs. Konsekuensi dari ratifikasi ini mendorong Indonesia harus melakukan harmonisasi hukum nasional terhadap beberapa persetujuan internasional yang tidak terpisahkan dari Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia, di antaranya TRIPs Agreement.



BAB IV

LANGKAH-LANGKAH HUKUM STRATEGIS DALAM UPAYA MEMBANGUN SISTEM HKI DI INDONESIA SERTA KAITANNYA DENGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Kebijakan nasional dalam hubungannya dengan pembahasan ini mengandung arti sebagai langkah-langkah hukum strategis yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya membangun sistem HKI di Indonesia. Indonesia sendiri dalam mengimplementasikan sistem HKI telah berjalan cukup lama, meskipun dari segi kemapanan sistem baru saat ini mulai dikembangkan.
Kebijakan atas penyediaan perangkat sistem HKI semakin intensif sejak Indonesia meratifikasi Convention Establishing the WTO/Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights melalui UU No. 7 Tahun 1994. Konsekuensi yuridis dari ratifikasi ini Indonesia harus melakukan langkah-langkah penyesuaian. Langkah-langkah penyesuaian ini sekaligus merupakan kebijakan nasional dalam upaya membangun sistem HKI. Untuk saat ini, beberapa kebijakan nasional dalam kerangka mendukung atas pembangunan sistem HKI di Indonesia dilakukan melalui lima langkah strategis, yakni:
1. Legislasi dan Konvensi Internasional: merevisi atau mengubah peraturan perundang-undangan yang telah ada di bidang HKI dan mempersiapkan peraturan perundang-undangan baru untuk bidang HKI, juga mempersiapkan penyertaan Indonesia dalam konvensi-konvensi internasional. Berkaitan dengan langkah pertama, yaitu di bidang legislasi dan konvensi internasional, di mana Indonesia sudah menyatakan ikut dalam Konvensi WTO/Persetujuan TRIPs. Konsekuensinya prinsip globalisasi sebagaimana di atur dalam kesepakatan dunia itu. Konsekuensi dari keikutsertaaan pada konvensi ini menyebabkan Indonesia memperluas lingkup sistem HKI dari hanya Hak Cipta, Paten dan Merek menjadi ditambah dengan Indikasi Geografis, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang.
2. Administrasi: menyempurnakan sistem administrasi pengelolaan HKI dengan misi memberikan perlindungan hukum dan menggalakan pengembangan karya-karya intelektual.
3. Kerjasama: meningkatkan kerjasama terutama dengan pihak luar negeri.
4. Kesadaran masyarakat: memasyarakatkan atau sosialisasi HKI
5. Penegakan hukum: membantu penegakkan hukum di bidang HKI.
Dari aspek kelembagaan pemerintah telah mengambil beberapa kebijakan dalam upaya membangun sistem HKI yang efektif. Hal ini dimulai dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1988. Seiring dengan bertambahnya aspek-aspek yang menjadi objek perlindungan HKI di Indonesia, pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Presiden No. 144, Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek diganti menjadi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Pada tahun yang sama, berdasarkan Keputusan Presiden No. 189, Ditjen HKI diberi tugas untuk melaksanakan sistem HKI nasional secara terpadu, termasuk untuk mengkoordinasikan dengan instansi-instansi terkait. Atas upaya penataan kelembagaan ini, Ditjen HKI saat ini terdiri dari Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, Direktorat Paten, Direktorat Merek, Direktorat Kerjasama dan Pengembangan HKI serta Direktorat Teknologi Informasi.
Terkait dengan penataan kelembagaan dalam mendukung pelaksanaan sistem administrasi dan dokumentasi HKI adalah dengan melibatkan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia diseluruh Indonesia untuk menerima permohonan pendaftaran HKI. Pada sisi lain keterlibatan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dalam menerima permohonan pendaftaran HKI adalah untuk memudahkan masyarakat, termasuk masyarakat kecil untuk mengurus pendaftaran HKI mereka.
Dalam hal kebijakan pada infrastruktur, kini pihak Ditjen HKI telah emperoleh bantuan dari International Bank for Recontruction and Development Agreement antara Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia yang menghasilkan bantuan pinjaman luar negeri bagi Ditjen HKI untuk membiayai antara lain Preparing Automation Plan dan Automation Equipment. Sistem otomasi ini baru saja selesai dilaksanakan dan saat ini sedang memasuki proses uji coba. Diharapkan dengan sistem otomasi ini akan memberikan dukungan yang maksimal bagi pelaksanaan sistem administrasi HKI.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam Perdagangan Internasional
Pemikiran dan pengetahuan merupakan bagian penting dari perdagangan sebab buah pemikiran dan pengetahuan tersebut dapat menghasilkan suatu ciptaan yang diperdagangkan. Oleh sebab itu, hak kekayaan intelektual menyentuh juga aspek industri dan perdagangan. Sebagian besar dari nilai yang dikandung oleh jenis obat-obatan baru dan produk-produk berteknologi tinggi berada pada banyaknya penemuan, inovasi, riset, desain dan pengetesan yang dilakukan. Film-film, rekaman musik, buku-buku dan piranti lunak komputer serta jasa on-line dibeli dan dijual karena informasi dan kreativitas yang terkandung, biasanya bukan karena plastik, metal atau kertas yang digunakan untuk membuatnya. Produk-produk yang semula diperdagangkan sebagai barang-barang berteknologi rendah kini mengandung nilai penemuan dan desain yang le-bih tinggi sehingga meningkatkan nilai jual produk-produk tersebut.
Dalam hal penciptaan atas produk-produk tersebut, pencipta dapat diberikan hak untuk mencegah pihak lain memakai penemuan mereka, desain atau karya lainnya dan pencipta dapat menggunakan hak tersebut untuk menegosiasikan pembayaran sebagai ganti atas penggunaan hasil ciptaannya itu oleh pihak lain. Inilah yang dimaksud dengan ”hak kekaya-an intelektual”. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kekayaan in-telektual ini bentuknya bisa beragam, seperti buku-buku, lukisan dan film-film di bawah hak cipta; penemuan dapat dipatenkan; merek dan logo produk dapat didaftarkan sebagai merek; dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, perlindungan serta penerapan atas hak kekayaan intelektual ini bervariasi di seluruh dunia. Sebagaimana kesadaran akan pentingnya HKI dalam perdagangan semakin tinggi, maka perbedaan-perbedaan antar berbagai pihak di dunia menjadi sumber perdebatan dalam hubungan ekonomi internasional. Adanya suatu peraturan perdagangan internasional yang disepakati atas HKI dipandang sebagai cara untuk menertibkan dan menjaga konsistensi serta mengupayakan agar perselisihan dapat diselesaikan secara lebih sistematis.
Menyadari HKI sebagai faktor penting dalam perdagangan internasional, maka dalam kerangka sistem perdagangan multilateral, kesepakatan mengenai HKI (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPS) dinegosiasikan untuk pertama kalinya dalam perundingan WTO, yaitu Uruguay Round pada tahun 1986-1994.
Uruguay Round berhasil membuahkan kesepakatan TRIPS Agreement sebagai suatu jalan untuk mempersempit perbedaan yang ada atas perlindungan HKI di dunia dan menaunginya dalam sebuah peraturan internasional. TRIPS Agreement menetapkan tingkat minimum atas perlindungan HKI yang dapat dijaminkan terhadap seluruh anggota WTO. Hal yang penting adalah ketika terjadi perselisihan perdagangan yang terkait dengan HKI, maka sistem penyelesaian persengketaan WTO kini tersedia.
Kesepakatan TRIPS ini meliputi 5 (lima) hal, yaitu:
1. Penerapan prinsip-prinsip dasar atas sistem perdagangan dan hak kekayaan intelektual
2. Perlindungan yang layak atas hak kekayaan intelektual
3. Bagaimana negara-negara harus menegakkan hak kekayaan intelektual sebaik-baiknya dalam wilayahnya sendiri
4. Penyelesaian perselisihan atas hak kekayaan intelektual antara negara-negara anggota WTO
5. Kesepakatan atas transisi khusus selama periode saat suatu sistem baru diperkenalkan
Perjanjian TRIPS yang berlaku sejak 1 Januari 1995 ini merupakan perjanjian multilateral yang paling komprehensif mengenai HKI. TRIPS ini sebetulnya merupakan perjanjian dengan standar minimum yang me-mungkinkan negara anggota WTO untuk menyediakan perlindungan yang lebih luas terhadap HKI. Negara-negara Anggota dibebaskan untuk menentukan metode yang paling memungkinkan untuk menjalankan ketetapan TRIPS ke dalam suatu sistem legal di negaranya.
Salah satu isu dalam HKI yang menarik untuk dibahas adalah pemalsuan. Pemalsuan merupakan masalah yang sedang berkembang yang menciptakan ketegangan dalam hubungan ekonomi internasional. Oleh karena itu, perjanjian TRIPS juga mencakup penerapan prinsip-prinsip dasar GATT dan perjanjian-perjanjian internasional yang relevan dengan masalah HKI, termasuk pemalsuan.
Perjanjian TRIPS mengharuskan Anggota WTO untuk melakukan notifikasi kepada Dewan TRIPS. Notifikasi ini merupakan fasilitasi bagi Dewan TRIPS untuk memonitor implementasi Perjanjian dan wadah yang mendukung transparansi negara anggota menyangkut kebijakan atas perlindungan HKI. Selain itu, negara anggota yang akan memanfaatkan beberapa ketentuan yang tercakup dalam Perjanjian dan berhubungan dengan kewajiban harus memberikan notifikasi kepada Konsul. Konsul te-lah menetapkan prosedur dan arahan mengenai notifikasi. Sebagai tambahan, negara anggota juga telah setuju untuk melakukan notifikasi atas hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian.
Mengingat pentingnya aspek HKI dalam perdagangan, Depar-temen Perdagangan melalui Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan posisi Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung hak kekayaan intelektual. Pada tahun 2006 Indonesia telah melakukan pembahasan dan perundingan dengan Amerika Serikat de-ngan kerjasama dalam konteks US-Indonesia Trade and Investment Fra-mework Agreement (TIFA) antara lain adalah mengenai perbaikan peringkat penegakan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia dan Priority Watch List (PWL) menjadi Watch List (WL).
Sebagaimana dikutip dari Kom-pas Cyber Media, penting bagi Indonesia untuk keluar dari PWL ka-rena hal itu bisa menjadi momok bagi masuknya ivestor ke Indonesia karena pemerintah sudah melihat bahwa pembajakan berpengaruh besar terhadap ekonomi negara. Jika pembajakan terus dipupuk, kepercayaan mitra dagang dan investor asing terhadap Indonesia akan turun yang berdampak terpuruknya ekonomi na-sional. Padahal, penurunan 10 (sepu-luh) poin saja dari tingkat pembajakan, yang saat ini mencapai sekitar 87 persen, akan menghasilkan pertumbuhan industri IT lebih dari 4,2 triliun dollar AS hingga tahun 2009 mendatang.
Di samping itu, Ditjen KPI juga secara aktif melakukan berbagai ke-giatan yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. Berbagai kegia-tan seperti talkshow, seminar, dan workshop telah dilakukan dengan melibatkan baik sektor pemerintah dan industri.
Tujuan dari berbagai kegiatan tersebut adalah untuk memberikan pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai pentingnya suatu iklim perdagangan yang sehat terutama yang berkaitan dengan HKI, menunjukkan pada dunia internasional komitmen Indonesia dalam penegakan perlindungan HKI, serta memberikan motivasi kepada aparat penegak hukum terkait serta kalangan masyarakat luas untuk lebih memiliki integritas tinggi dalam berbagai upaya penanggulangan dan pemberantasan pelanggaran HKI.
Departemen Perdagangan juga berencana untuk mengadakan Malam Penganugerahaan Penghargaan Kepedulian & Penegakan Hak Kekayaan Intelektual. Dalam acara penganugerahan tersebut, akan diberikan penghargaan dalam isu Hak Cipta terhadap beberapa kelompok yang terdiri dari sektor pemerintah dan pelaku industri, mencakup produsen film dan sinetron, penerbit buku, produsen musik, lembaga pendidikan tinggi, tokoh, industri replikasi cakram optik serta tokoh individual.

Beberapa Permasalahan dalam Bidang HKI di Indonesia
Setelah memahami secara konseptual dari hak kekayaan intelektual, maka tidak kalah menariknya untuk dicermati masalah-masalah baru dalam bidang HKI. Dengan memahami suatu perkembangan dan permaaslahan baru dalam bidang HKI akan mendorong kita untuk lebih mendalami lagi masalah-masalah hukum dalam bidang HKI.
Apabila diidentifikasi, permasalahan dalam bidang HKI saat ini terasa berkembang dengan pesat. Di samping itu, tingkat kompleksitas permasalahan juga sangat rumit (kompleks). Beberapa permasalahan yang kini berkembang dan dapat dikemukakan pada kesempatan ini, di antaranya;
1. HKI dan Masalah Pemanfaatan Internet
Kehadiran media internet sebagai suatu bentuk teknologi informasi yang terkini, kini ternyata tidak saja berfungsi sebagai media komunikasi semata. Keberadaannya, telah memberikan suatu hal baru di antaranya melalui teknologi ini dapat disediakan pelbagai macam informasi, dan penggunaan merek dan domain name, serta hal-hal yang sifatnya dikatagorikan sebagai rahasia dagang. Hal ini tentunya merupakan permasalahan tersendiri dalam bidang HKI, terutama di Indonesia. Jika membaca ketentuan UU dalam bidang HKI, nampaknya upaya mengakomodir perkembangan teknologi internet terhadap ketentuan HKI, baru diakomodir dalam UU Hak Cipta. Hal itupun sifatnya masih sanga sumir.

HKI dan Masalah Perlindungan Traditional Knowledge
Pengetahuan tradisional (traditional knowledge) menjadi masalah hukum tersendiri, tatkala sedang giat-giatnya pemerintah mendorong kesadaran hukum atas hak kekayaan intelektual. Pengetahuan tradisional merupakan isu baru dalam kaitannya dengan perlindungan hak kekayaan intelektual. Tuntutan untuk adanya perlindungan bagi pengetahuan tradisional, termasuk bidang obat-obatan, muncul dengan ditandatanganinya Convention on Biological Diversty 1992 (CBD).
Sejak saat itu berbagai pertemuan tingkat dunia, terutama dalam kerangka World Intellectual Property Organization (WIPO) terus diselenggarakan untuk merumuskan sistem perlindungan yang tepat bagi pengetahuan tradisional tersebut. Indonesia sebagai negara peserta CBD dan anggota WIPO belum memiliki perundang-undangan yang dapat diterapkan untuk melindungi pengetahuan tradisional.
Padahal apabila mencermati pada realitas yang ada Indonesia sangat syarat dengan potensi pengetahuan tradisional. Namun, sangat disayangkan dikarenakan tidak memiliki peraturan perundang-undangan dan upaya-upaya nyata dari pemerintah akhirnya banyak sekali potensi pengetahuan tradisional termasuk obat-obatan di Indonesia justru manfaat ekonominya dinikmati oleh negara lain. Hal ini misalnya dari 45 jenis obat penting yang terdapat di Amerika Serikat berasal dari tumbuh-tumbuhan dan 14 jenis di antaranya berasal dari Indonesia, seperti tumbuhan “tapak
dara”, yang berfungsi sebagai obat kanker. Di Jepang juga tercatat hanya pemberian hak paten atas obat-obatan yang bahannya bersumber dari biodiversity dan pengetahuan tradisional Indonesia.


BAB V
SIMPULAN

Tingkat pelanggaran HKI di Indonesia masih sangat tinggi. Beberapa indikasi terhadap kenyataan ini dapat dilihat dari pelbagai laporan yang dikeluarkan oleh masyarakat internasional atau organisasi internasional yang concern dalam bidang ini. Hal lain untuk memperkuat hal ini juga dapat dicermati pada banyaknya peringatan-peringatan yang dikeluarkan oleh pemegang HKI di berbagi media akhir-akhir ini.
Kebijakan atas penyediaan perangkat sistem HKI semakin intensif sejak Indonesia meratifikasi Convention Establishing the WTO/Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights melalui UU No. 7 Tahun 1994. Konsekuensi yuridis dari ratifikasi ini Indonesia harus melakukan langkah-langkah penyesuaian. Langkah-langkah penyesuaian ini sekaligus merupakan kebijakan nasional dalam upaya membangun sistem HKI.

No comments: